Bleach = Kubo Tite
Our Broken Masks = Searaki Icchy
Rate = (So far) M for safe
Genre = Drama, Friendship, Romance, Slice of Life, dll
Warning dengan segala macam kekurangan yang ada di dalam fic ini
Enjoy :)
================================================================================================================================================
The Reason
“Kuchiki,
tolong bawakan berkas dokumen-dokumen data perusahaan. Taruh di mejaku segera.”
Kuchiki
Rukia—seorang gadis berusia 22 tahun—dengan sigap memberikan setumpuk kertas
putih berisi seluruh kegiatan buyer-seller Zaraki company. Setelah mengecek
kembali apakah semua yang ia tulis itu benar dan tidak ada kesalahan apa pun,
Rukia langsung memberikannya—setelah mengetuk pintu ruangan sang manager—dan
menaruhnya di meja.
Hitsugaya
Toshirou terlihat sibuk mengetik. Sibuk dengan segala deadline yang terlalu
mendadak ini—salahkan sang direktur sialan yang selalu saja mengulur waktu
pekerjaan—sudah dua jam berlalu sejak kerutan di dahinya terlihat, dan kini
terlihat semakin jelas saat Rukia memberikan setumpuk dokumen yang ia pesan—sesaat
dia menyesali keputusannya—mulai membaca dan tanpa peduli langsung menyalinnya
di depan komputer.
“Wajahmu
serius sekali,” sapa Rukia memecahkan keheningan, lalu tersenyum,
“Hitsugaya-taichou.”
Pria
yang sedang fokus di depan Rukia memejamkan mata sejenak, lalu mendesah lelah.
“Di saat kita berdua begini aku lebih suka di panggil ‘Toushirou’ olehmu,
Rukia.” Toushirou menepuk singkat keningnya, berhenti sejenak dari pekerjaannya
untuk menatap seorang wanita mungil yang terlihat manis dengan setelan kemeja
putih dengan rok di atas lutut berwarna sama. Rambut hitam pendeknya di kuncir
rapi layaknya seorang wanita pekerja professional, sesuai dengan pekerjaannya.
Mata Rukia bersinar keunguan, penuh cahaya. Rasanya, hanya hal itu yang membuat hari
Toushirou yang menyebalkan selama berada di kantor tersembuhkan.
“Aku
lebih suka memanggilmu begitu di saat kita berdua tidak ada di dalam ruang
lingkup kantor,” timpal Rukia tertawa pelan.
Tidak
ada satu pun yang tahu bagaimana hubungan mereka sebenarnya. Ya, Rukia dan
Toushirou sebenarnya menjalin hubungan jauh sebelum mereka bekerja di gedung
yang sama. Mereka sudah bersahabat baik sejak Rukia masih sekolah. Meskipun umur
mereka terpaut lima tahun dan saat itu Toushirou secara terang-terangan meminta
Rukia menjadi pacarnya saat gadis belia itu sedang serius-seriusnya menghadapi
ujian.
Empat
tahun telah berlalu, Rukia di hadapkan dengan sebuah kesempatan untuk bekerja
menjadi seorang sekretaris. Awalnya, dia begitu bahagia karena akhirnya
impiannya untuk bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan gaji yang cukup
menjanjikan terkabul juga. Namun, hanya satu yang ia sesali, Rukia harus
bekerja di bawah naungan Hitsugaya Toushirou.
Bukan berarti dia tidak suka bekerja dengan Toushirou. Dia hanya tidak suka harus berpura-pura tidak mengenal pria itu dan menjaga jarak dengannya karena dia tidak ingin imagenya menjadi hancur hanya gara-gara di kucilkan oleh teman-teman sekantornya.
Akhirnya,
atas kesepakatan mereka berdua, baik Rukia dan Toushirou sama-sama memutuskan
untuk merahasiakan hubungan mereka. Well, tidak begitu ada masalah dan tidak
ada yang menyadarinya.
Di
dalam kantor, Rukia selalu bersikap acuh tak acuh dan hanya berbicara dengan
Toushirou untuk keperluan kerja, dan begitu sebaliknya. Namun, jika mereka
sudah berada di luar kerjaan. Toushirou tidak akan segan memeluk erat Rukia dan
menciumnya. Dia menyayangi Rukia—terlalu menyayanginya—ia tidak akan mau
membuang waktu jika sudah berada dekat dengan wanita itu.
Waktu
luang untuk mereka hanya sedikit. Rukia terlalu sibuk dengan segala macam
pekerjaannya, apalagi Toushirou.
“Oh
yah,” Rukia teringat sesuatu, “katanya seluruh karyawan setuju untuk pergi ke
host-club di sebelah kantor. Tadi Kiyone mengajakku,” katanya.
Jari
tangan Toushirou yang sedang mengetik cepat seketika langsung berhenti. Mata
hijau yang selalu sendu itu menatap lurus Rukia. Bibirnya mengeluarkan suara,
“Kau ikut?”
Rukia
mengangguk. “Apa boleh buat, aku tidak enak menolaknya,” jawabnya mengendikkan
bahu. “Apa kau juga ikut?”
“Tidak
mungkin aku ikut, Rukia. Mereka tidak mengundangku, lagipula,” Hitsugaya
kembali fokus ke pekerjaannya, “aku masih banyak pekerjaan. Tidak usah
pedulikan aku, bersenang-senanglah dengan semuanya.”
Rukia
mengerutkan keningnya heran. “Kau ini tidak melarangku pergi ke host-club? Di
sana akan banyak pria-pria tampan, dan mungkin saja ada yang menggodaku,” Rukia
sengaja memancing emosi Toushirou, berharap pria itu sedikit memperlihatkan
emosi di wajahnya yang datar. “Kau tidak cemburu?”
Bukannya
marah, Toushirou mendengus geli, “Pastinya banyak yang mencoba menggodamu,
mereka menggoda untuk mendapatkan banyak uang karena itulah pekerjaan mereka.
Dan aku tidak perlu khawatir, kau bukan tipe wanita yang gampang terpikat
dengan ketampanan seseorang. Buktinya kau menerimaku yang kaku begini.”
Rukia
menggacak rambutnya, tertawa karena apa yang Toushirou katakan ada benarnya.
“Kau ini tampan kok, hanya saja kurang bergaul jadinya tidak banyak orang yang
mengetahui kelebihanmu,” katanya tersenyum.
Wanita
itu berbalik, berjalan untuk keluar. Sebelum membuka pintu, Rukia kembali
berpesan. “Baiklah, aku pergi dulu. Hubungi aku saja kalau kau membutuhkan
sesuatu.” Rukia pun keluar.
xXxXx
Rukia
terlihat berdiri di lobby utama Zaraki company, menunggu teman-teman kantornya.
Bersama dengan Kiyone, salah satu karyawan yang lebih fokus mengurus semua
keuangan perusahaan. Kiyone selalu terlihat ceria dan kadang bisa bertindak
ceroboh saat deadline bersamanya. Sikap paniknya selalu membuat Rukia pusing
setengah mati, karena mau tidak mau dia harus mengubah kembali semua data yang
terlewat.
Rukia
sebenarnya benar-benar tidak mood untuk pergi, dan Toushirou saat ini tidak
bersamanya dan itu membuatnya semakin tidak ingin pergi. Akhirnya, Rukia berusaha
untuk mencari alasan yang pas untuk bisa kabur dari kegiatan yang menurutnya
tidak terlalu penting. Rukia menepuk singkat bahu Kiyone, mencari perhatian
wanita itu.
“Ah,
maaf, Kiyone, sepertinya aku tidak bisa ikut dengan kalian. Aku lupa ada janji
dengan seorang teman lamaku. Dia sudah menunggu di apartemenku sejak tadi, aku
tidak ingin membuatnya menungguku lebih lama lagi.”
“Ah,
begitu yah,” wajah Kiyone terlihat kecewa, “Apa boleh buat, kau bisa ikut lain
kali, Rukia.”
Rukia
tersenyum, Kiyone memang paling perhatian dan berhati lapang daripada
teman-teman seangkatan Rukia yang lain.
“Tolong
sampaikan maafku untuk yang lainnya, yah. Sampai ketemu besok,” Rukia beranjak
meninggalkan keluar. Setelah tersenyum dan melambai untuk temannya, Rukia hanya
berjalan pelan. Menikmati setiap hembusan angin malam.
Aslinya,
tidak ada teman satu pun yang menunggu Rukia. Dan ia sadar bahwa dirinya tidak
begitu pandai berbohong. Tingkat kebohongan Rukia bisa di samakan dengan ukuran
anak sd. Tapi, dia sudah terbiasa memakai topeng di dalam dunia barunya di
kantor, dan itu harus di pakai supaya imagenya tidak buruk di mata yang
lainnya.
xXxXx
Sebuah
semi-apartemen yang lumayan mewah di distrik barat Tokyo, Karakura. Rukia telah
sampai di ambang pintu apartemennya, namun ia heran kenapa pintu apartemennya
tidak terkunci, seperti ada yang membuka pintunya.
‘Siapa?’ Rukia tinggal sendiri—tidak ada
sanak saudara yang berada dekat dengannya—apakah Toushirou? Tidak, pria itu
masih berada di kantor dan lagi, Toushirou tidak akan seenaknya masuk ke
apartemen Rukia tanpa sepengetahuan wanita itu.
Pikiran
Rukia terkesiap, memikirkan satu-satunya kemungkinan yang terjadi. Apakah ada
pencuri yang masuk ke dalam rumahnya?
Setelah
nafas panjang, berusaha menenangkan diri, pelan-pelan Rukia memutar kenop
pintu, mengintip pelan ruangan yang begitu gelap—lampu belum dinyalakan. Pintu
telah terbuka sepenuhnya, menyusupkan cahaya dari luar. Tidak ada yang berubah
dari perabotan rumahnya. Rukia berjalan melewati lorong depan, menuju living
room. Rukia menekan saklar, bermaksud menerangi ruangannya. Dan kedua violetnya
membulat, terkejut melihat seorang pria—berambut jingga—begitu damai tidur di
sofa putihnya.
Rukia
membatu. Siapa pria asing ini? Kenapa pria itu bisa ada di dalam apartemennya?
“SIAPA
KAU?!”
Pria
itu terlonjak bangun, tubuhnya tersentak kaget mendengar suara keras menggema.
Sambil menguap pelan, pria itu mengucek kedua matanya, berusaha fokus menatap
seorang wanita mungil yang masih shock menatapnya.
“Siapa
kau?” tanyanya tanpa merasa bersalah.
“Justru
kau yang siapa? Siapa kau dan kenapa kau bisa ada di dalam rumahku?”
“Oh,
aku menemukan kuncimu di kotak pos, karena tidak ada orang dan aku lelah
makanya aku menumpang tidur di sini.”
Rukia
diam, masih berpikir kenapa pria ini begitu cuek dan bersikap seperti tidak
terjadi apa-apa. Sikapnya malah seperti berada di dalam rumahnya sendiri.
Matanya terus mengamati kemana pria itu berjalan. Ya, dia dengan santai
berjalan menuju dapur, mengambil gelas bersih di salah satu lemari lalu menuju
kulkas dan menuangkan jus jeruk lalu meminumnya.
“Ngomong-ngomong,
siapa kau?” tanyanya tidak sopan ke Rukia. Seakan-akan, dialah sang penghuni
rumah.
Otot
rahang Rukia berkedut, keningnya memunculkan tanda siku penuh kekesalan. “Aku
yang tinggal disini! Kenapa malah kau yang tanya siapa aku, dasar kau
pencuri!” dengan geram Rukia mulai meraih sapu yang tergantung di samping
lemari, siap untuk menghajar pria tidak jelas itu.
Dan
selama sepuluh menit mereka main kejar-kejaran. Rukia menyerah karena pria itu
malah tidak keluar
ruangan atau pun ketakutan.
“Tenanglah,
aku tidak mengambil barang-barangmu,” jawab pria itu. “Siapa namamu?” tanyanya kepada Rukia, suaranya terdengar parau namun bersahabat.
“Apa
harus menjawab pertanyaanmu?”
“Tentu
saja.”
“Rukia,”
ia sendiri bingung kenapa harus memberitahukan namanya.
Mendadak
pria itu tersenyum penuh kebahagiaan. Tindakannya semakin membuat Rukia heran,
“Selamat
Rukia! Aku adalah pria yang di jodohkan denganmu!”
“Hah?”
“Dan
sekarang,” pria itu bangkit, mendekati Rukia, “izinkan aku untuk menciummu.”
Semuanya
terjadi begitu cepat. Belum sempat Rukia bertanya, bibirnya terbungkam oleh
ciuman pria itu. Pria aneh yang tidak tahu kenapa bisa berada di dalam
rumahnya. Mencium mesra dirinya.
xXxXx
Hitsugaya
Toushirou. Pria sukses berumur 27 tahun. Seorang general manager di bidang
industri Zaraki company. Seorang pria muda tampan, mempunyai bakat yang luar
biasa sejak usia kanak-kanak. Toushirou pandai berbisnis, itu bisa di lihat
dari caranya memimpin rapat dan berhasil meyakinkan para pemegang saham untuk
tetap menaruh sahamnya di perusahaan Zaraki, meski pun saat itu perusahaannya
sedang mengalami penurunan drastis.
Banyak
para karyawan menaruh respek dan segan pada kehebatannya. Di usia semuda itu,
Toushirou mampu mengerjakan semua tugas-tugas berat yang selalu di berikan
padanya. Bahkan sampai dokumen milik sang direktur pun dia kerjakan jika itu
perlu. Seorang pria yang selalu taat akan peraturan dan selalu mematuhi dan
mengerjakannya dengan tepat waktu. Yang kadang selalu rela memberikan sisa
waktunya demi suatu pekerjaan di bandingkan kehidupan pribadinya sendiri.
Untungnya,
Toushirou mempunyai kekasih seperti Rukia. Dia mensyukuri hal itu. Rukia bukan
tipe wanita yang selalu menuntut. Wanita itu sangat pengertian untuk semua
urusan pekerjaan dan bagaimana cara Toushirou menghadapinya. Rukia bukan tipe
wanita yang selalu merengek manja hanya untuk di temani atau di antar pulang.
Wanita itu tidak pernah meminta hal semacam itu darinya. Dan itu membuatnya
semakin mencintai wanitanya.
Dan
ketika secara kebetulan Rukia diterima dan diangkat menjadi sekretaris
pribadinya pun, Toushirou semakin menyukainya. Mereka setuju untuk merahasiakan
hubungan mereka, dan mereka akan bersandiwara seperti itu sampai jam kerja
selesai. Di luar itu, terserah mereka.
Pintu
ruang kerjanya terbuka, seorang pria berambut kuning cerah sebahu datang sambil
membawakan beberapa tumpukan dokumen yang Toushirou pinta.
“Terima
kasih, Kira,” sahut Toushirou tanpa memalingkan wajahnya dari komputernya. Kira
Izuru—karyawan yang lebih berperan dalam di luar lapangan hanya tersenyum
pelan. Dengan santai pria itu berjalan mengitari meja Toushirou dan mengamati pria
itu bekerja.
“Dari
dulu aku penasaran kepadamu, Hitsu,” ujar Kira sambil berpikir, “kau ini senang
melemburkan diri?”
“Apa
maksudmu?”
“Yah,
seperti yang kau lakukan sekarang ini.”
“Tidak
juga,” jawab Toushirou datar, seadanya. “Aku hanya tidak ingin semua pekerjaan
ini menumpuk dan menjadi sebuah deadline yang menyebalkan dan membuatku harus
terjun dari lantaiku bekerja,” sambungnya memberikan sebuah humor garing,
sesuai dengan ciri khasnya.
Kira
tertawa kecut, sudah terbiasa mendengar gurauan sahabat dekatnya ini. Mereka
sudah berteman lama sejak masa kuliah, dan Kira tahu persis bagaimana sifat
asli seorang Hitsugaya Toushirou. Pria itu memang selalu menomor satukan
pekerjaan, dan dia tidak akan berhenti sampai semua tanggung jawabnya selesai.
Walau itu harus di bayar dengan waktu luangnya.
xXxXx
Rukia
masih tidak percaya apa yang baru saja dia lihat dan rasakan. Saat ini, seorang
pria asing berwajah tampan dan berambut secerah sinar mentari sedang mencium
mesra dirinya. Membungkam setiap gerak dan bibirnya.
Tubuh
mungilnya membeku, tanpa sadar menerima setiap gesekan yang ia terima. Pria itu
menciumnya dengan lembut, lalu sedetik kemudian berubah menjadi liar, lebih
menuntut. Setiap sudut bibir Rukia ia jelajahi dengan teliti, memberikan
kesempatan bagi wanita itu untuk melenguh bersamanya. Dan Rukia pun seperti
tersengat oleh sihir aneh yang membuat dirinya terhanyut dan tidak melawan saat
kedua jemari yang kokoh dan besar itu melilit tubuhnya.
Tidak
mau terlalu terhanyut karena semakin lama ciuman ini bisa membuatnya hilang
kesadaran, Rukia mendorong paksa tubuh kokoh yang memesona itu. Wajahnya
bersemu merah, kedua matanya berkilat marah. Tidak menyangka bahwa dirinya
sendiri bisa terhanyut dengan ciuman pria asing yang seenaknya masuk ke
apartemennya.
Sambil
mengusap bibirnya yang basah dengan punggung tangannya, Rukia mengeram kesal.
“Kau, dasar bajingan sialan! Berani-beraninya kau merayuku dengan gombalan
gajemu!” Dengan ganas dia kembali meraih sapu yang sempat terjatuh dan berniat
untuk menyerang kembali pria tampan di depannya.
Mereka
kembali kejar-kejaran, mengelilingi sofa yang tidak bersalah.
Detik
jarum jam tetap berputar, menjadi saksi bisu untuk tindakan seorang manusia
dewasa yang kekurangan waktu jam bermain saat kanak-kanak. Rukia belum menyerah
mengejar pria asing yang terus berputar menghindari serangannya. Dasar pria
tinggi! Langkah kakinya sangat panjang dan itu membuat langkah kaki Rukia
terlihat seperti seorang tikus yang mengejar kucing.
“Berhentilah
berlari, pria tidak di kenal!” teriak Rukia mulai frustasi, tubuhnya sudah
mulai melewati batas kelelahan.
“Ichigo,”
pria itu berhenti berlari.
Rukia
pun terhenti mengamati punggung kokoh yang berdiri tegak di depannya.
Telinganya berusaha mengulang kembali apa yang di katakan pria itu. Ichigo?
“Bukan
‘pria tidak dikenal’, tapi ‘Ichigo’.”
“Ichigo
itu namamu?”
“Yup.”
“Strawberry?”
Rukia mengernyitkan dahi.
“Beda
kanji,” jawab pria itu—Ichigo—sambil menggoyangkan jari telunjuknya. “Gabungkan
saja kanji ichi dan go,” jelasnya asal. Aslinya dia sendiri
tidak begitu yakin kanji yang ia pikirkan di kepalanya sama dengan kanji
namanya.
Rukia
kembali terdiam. Lagi-lagi pria ini bisa membungkam setiap tindakan yang
seharusnya dia lakukan sekarang. Pria yang memesona, yang sanggup membuat
setiap wanita bertekuk lutut di hadapannya. Begitu tampan dengan wajah yang
terpahat indah di setiap garis wajahnya. Sang mata amber yang memancar sendu
yang berkilau kecokelatan itu sanggup memikat siapa pun yang menatapnya.
“Aku
tidak peduli beda kanji atau apa pun!” seru Rukia menyadarkan diri kembali dari
fantasi aneh yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama tertidur di dalam dasar
dirinya. “Cepat keluar dari rumahku sebelum aku memanggil owner untuk mengusirmu dan mencatatnya ke dalam blacklist!”
Tidak
ingin adegan kejar-kejaran mengelilingi sofa terulang untuk ketiga kalinya,
Rukia menaruh sapu asal dan langsung mendekati tubuh pria yang dia ketahui
bernama Ichigo dan mendorongnya kuat-kuat menuju pintu keluar.
“Tunggu,
tunggu, tunggu!” sang Ichigo masih
bersi kukuh tidak mau keluar, setidaknya tidak keluar di jam semalam ini.
“Biarkan aku tinggal sampai besok,” pintanya susah payah, menahan tubuhnya di
dorong oleh Rukia. “Ayolah, Rukia~”
“Keluar. Dari. Rumahku. Sekarang. Juga!”
seru Rukia horor.
“Aku.Tidak. Mau!”
seru Ichigo sama ngototnya.
Dan
mereka mengganti permainan menjadi dorong-dorongan.
“Kenapa
kau ngotot sekali sih!” tenaga Rukia kalah kuat, mengingat ukuran tangannya
terlalu kecil untuk mendorong tubuh bidang yang terlihat besar di depannya ini.
“Keluarlah dengan tenang.”
“Setidaknya
tunggu sampai besok. Aku tidak akan beranjak dari sini sampai kau mengizinkanku
menginap semalam di sini,” sahut Ichigo tegas—lebih cocok di sebut tidak tahu malu daripada tegas.
“Baiklah,
baiklah,” Rukia akhirnya menyerah. Ia tidak lagi mendorong keluar pria asing
tidak jelas di depannya ini. Tubuhnya berbalik, terlalu lelah karena seluruh
kegiatannya hari ini. Daripada beradu urat dengan pria yang jelas-jelas sudah
melakukan tindakan kriminal seenaknya-masuk-ke-apartemen-orang-asing-tanpa-permisi
namun masih bersi kukuh meminta izin darinya untuk tetap tinggal selama sehari.
Rukia
memutar kenop pintu menuju kamar tidurnya. Sebelum menutup pintu, ia berbalik
untuk memperingatkan sesuatu. “Tapi kau harus ingat, jaga sikapmu kalau tidak
mau di seret paksa ke polisi.”
“Bolehkah
aku meminta satu permintaan lagi?” pinta Ichigo dengan muka innocent layaknya
seekor anjing kecil yang terlantar di jalanan.
“Apa?”
“Izinkan
aku melihat pakaian dalammu.”
Hening
sejenak. Jarum jam masih terus bergerak. Semilir angin malam pun terasa semakin
dingin seiring waktu berjalan. Genangan air yang menyusup keluar dari balik
keran westafel pun bisa terdengar dalam kesunyian yang begitu membahana di
sekililing mereka berdua.
Hening.
Sunyi. Senyap. Sebelum akhirnya… Rukia meledak.
“KELUAR
KAU SEKARANG JUGA, PRIA MESUM KUADRAT!!!”
“Aku
salah minta permohonan?” gumam Ichigo sambil menggaruk kepalanya. Lalu sedetik
kemudian, sebelum Rukia mengusirnya untuk yang kedua kalinya, ia buru-buru
mengkoreksi ucapannya. “Maaf, maaf. Itu cuma bercanda dan aku bukan pria mesum
kuadrat. Aku masih standart pria mesum, kok.”
Pembelaannya
sama sekali tidak menolongnya dari amukan Rukia.
“Intinya
kau sama saja dengan pria mesum di luar sana,” Rukia geleng-geleng kepala. Dia
sudah benar-benar menyerah untuk mengusir paksa pria berambut jingga ini. Pria
tampan, aneh, dan diketahui mempunyai sifat mesum. “Sudahlah, aku menyerah.
Lebih baik jangan dekat-dekat mesin cuciku.”
Ichigo
hanya menjawabnya dengan siulan. Tidak peduli dengan segala ancaman semu yang
Rukia keluarkan untuknya. Langkahnya berpijak santai mengiringinya menuju sofa
seputih susu murni dan duduk seolah-olah dia berada di dalam apartemen
miliknya. Amber cokelatnya berputar mengamati sekeliling. Ruangannya tidak
terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Furniture yang di tata rapi di sisi
ruangan bersama dengan flat tv berbentuk segi empat dengan mini stereo di sisi
kanan-kirinya. Jejeran dvd-dvd yang di susun rapi tepat di sebelah tv tersebut.
Pria itu bisa menilai bahwa Rukia adalah seorang wanita yang rapi dan menjaga
barang-barangnya.
xXxXx
Ichigo
a.k.a Kurosaki Ichigo, pria yang ternyata seumuran dengan Hitsugaya Toushirou.
Seorang pria misterius yang baru-baru ini diketahui Rukia sebagai
pria-asing-yang-seenaknya-masuk-ke-apartemennya-tanpa-diundang ini tengah sibuk
melihat layar ponsel mininya. Memperlihat 49 misscall dan 69 sms yang belum di baca. Sweatdrops karena semua sms
dan miscall itu berasal hanya dari
satu orang. Pria yang sudah lama ia kenal. Pria tampan yang akan selalu
memberinya teror, apalagi jika itu sudah menyangkut deadline.
Ponselnya
bergetar. Dengan ini panggilan ke-50 kalinya total misscall hari ini. Tidak
peduli, Ichigo langsung mencabut batterei ponselnya. Ia kembali mengambil
ponsel yang satu di kantung celananya. Bernasib sama seperti ponsel yang
satunya, kali ini jumlahnya dua kali lipat. Ada 89 misscall dan lebih dari 100 sms yang belum di baca. Untungnya, sms
di ponsel satunya ini lebih beragam. Bukan hanya dari satu orang.
Pria
itu menggaruk kepalanya frustasi. Sebenarnya hari ini Ichigo seharusnya berada
di dalam sebuah meeting khusus untuk urusan pekerjaannya. Satu pekerjaan yang
dengan pintar dia sembunyikan dari kalangan publik. Tidak ada yang tahu apa itu.
Dia lebih suka di sebut sebagai orang di balik layar daripada harus diketahui
oleh semua publik dan membuat pekerjaannya terganggu.
“Sudah
kubilang jangan menggangguku di saat aku tidak mau bekerja, Ishida!” kesabaran
Ichigo sudah mencapai batas saat kesekian kalinya panggilan muncul di salah
satu ponselnya. Dengan kesal menggerutu saat mendengar suara seseorang yang
sudah lama bersamanya lebih dari 10 tahun itu.
“Kalau
memang tidak mau diganggu, jangan kabur seperti tadi, Kurosaki,” ujar Ishida di
seberang telepon. Suaranya terdengar jauh lebih kalem daripada Ichigo yang
menggebu-gebu. “Sekarang jelaskan padaku kenapa sekarang kau tidak berada di
apartemenmu?”
“Karena
aku tahu kau pasti datang ke sana,” tebak Ichigo seadanya, dan benar. “Aku
benar, kan?”
Suara
di seberang terdengar sedang dihembuskan, lalu kembali menjawab. “Besok aku
tidak mau terima seribu alasanmu lagi. Besok kau harus datang, masih banyak
audisi dan kita harus meng-eliminasi beberapa calon yang ada.”
“Itu
bukan tugasku.”
“Tugasmu,”
timpal Ishida dengan suara kalem namun tegas. “Dengar daritadi Ise-san sudah
menanyakan kepastian kapan kau akan datang menemuinya. Dan karena aku tidak
bisa menghubungimu dari seminggu yang lalu, akhirnya akulah yang bertanggung
jawab atas semua pekerjaan sialmu,” di dalam suara berat yang terlihat tenang
itu, Ichigo masih bisa merasakan amarah yang bersembunyi di baliknya.
Pria
itu mengacak rambut jingganya sambil mendesah pelan. “Baiklah, besok aku akan
datang ke kantor. Suruh Ise-san datang sehabis jam makan siang saja.”
“Kuharap
kau pegang ucapanmu sampai besok. Kalau tidak, aku tidak akan segan-segan
memberitahukan ini ke direktur.”
Terdengar
bunyi tutut di seberang. Ishida mengakhiri panggilannya sebelum Ichigo sempat
membalas kata-katanya. Ia menghembuskan nafas, rasanya begitu berat saat
banyaknya pekerjaan yang selalu menerormu layaknya jack the ripper.
Pria
itu kembali mengedarkan pandangan, mengamati setiap sudut apartemen Rukia yang
penuh dengan warna putih. Tidak ada yang tahu apa yang sedang Ichigo sedang
lakukan sekarang. Kenapa dia bisa berada di dalam apartemen Rukia. Kenapa pria
itu melangkahkan kakinya menuju ruangan di balik pintu apartemen ber-nomor
524—yang meninggalkan sebuah kunci dengan indahnya di kotak pos—mengamati
sekeliling ruangan gelap tanpa penghuni saat itu.
Mana
pernah Ichigo kira kalau pemilik apartemen yang di masukinya ini ternyata
adalah seorang wanita mungil yang memesona. Wanita asing yang lucu dan
terkesima saat Ichigo menciumnya (baca: shock). Rambut hitamnya yang terurai
mengambang di udara saat Rukia mengejarnya. Kristal berwarna violet muda yang
tersimpan rapi di bola matanya itu memancar murni, layaknya bidadari yang
sembunyi di balik seorang tubuh wanita. Postur tubuh yang mungil yang sempat ia
dekap, rasanya begitu benar saat berada dalam kedua tangannya, membuat Ichigo
gemas.
“Haha,
rasanya aneh kalau pria yang tidak pernah mau berkomitmen sepertiku ini percaya
dengan yang namanya takdir…”
Ichigo
tertawa. Menertawakan dirinya yang aneh. Menertawakan kebiasaannya yang selalu
tidak terduga. Dan menertawakan Tuhan karena sudah mempertemukan Rukia dengan
dirinya. Well, tidak buruk juga asal masuk seenaknya ke rumah orang. Setidaknya
itu menurutnya.
xXxXx
Rukia
mengernyitkan dahi saat mentari pagi menyusup ke dalam kamarnya. Menembus tirai
putihnya yang bersinar karena matahari pagi mulai muncul bersama dengan kicauan
burung-burung yang mengalun. Dengar berat ia melirik ke arah jam weker yang dia
taruh di samping kasurnya. Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Masih terlalu pagi
untuk bersiap-siap berangkat kerja.
Ia
berguling ria di kasur. Merenggangkan setiap engsel tubuhnya yang kaku,
melemaskan kembali otot-otot yang menegang karena pekerjaan kemarin. Lupa
dengan kejadian kemarin malam dan juga tentang pria bernama Ichigo sampai…
“Yo!”
terdengar suara berat pria menyapanya saat pintu kamar Rukia terbuka.
Memperlihatkan sesosok tubuh bidang tanpa baju terlihat menggiurkan.
Kening
Rukia mengerut. Berusaha untuk melihat pria yang masih kabur dari pandangan
matanya. Ia mengucek matanya sebentar. Warna orange menyala yang paling
menonjolkan sosok pria itu, di ikuti oleh tubuhnya yang bidang—lengkap dengan
kotak-kotak yang membingkai perutnya.
Dan
Rukia teringat. “Kau Ichigo, pria mesum kemarin malam!” sontak ia tersentak dari
kasurnya. Mencari posisi siaga. “Kenapa kau masih belum keluar dari rumahku?”
“Tenang
saja, aku akan keluar saat kau berangkat kerja,” jawab Ichigo santai sambil
menegak segelas air putih yang baru saja ia ambil—tanpa permisi. “Oh, karena
aku lapar, aku mengambil sereal dan susu di kulkasmu. Aku juga membuatkan
semangkuk untukmu kalau kau mau,” lanjutnya lagi menambahkan, “dan maaf aku
pakai toiletmu karena kebelet.”
Rukia
menggaruk kepalanya yang gatal, berusaha mencerna setiap kata-kata yang Ichigo
keluarkan. Sepertinya tidak ada gunanya dia waspada terhadap pria ini. Karena
selama Rukia tidur, Ichigo tidak melakukan apa-apa bahkan masuk diam-diam ke
dalam kamarnya yang—lupa—dia kunci.
Ya
well, setidaknya saat tertidur Rukia tidak merasa terganggu.
“Dasar
kau pria aneh,” gumamnya tanpa peduli Ichigo dengar atau tidak. Wanita itu
melangkah keluar. Penampilannya masih memakai satu set baju tidur dengan motif
chappy di bagian belakang celana.
Ichigo
mengikutinya dari belakang. Tanpa di ketahui Rukia bahwa pria itu tengah
tersenyum tipis saat melihat sosoknya yang masih lemah berjalan santai. Bahkan
di saat seperti ini pun, Rukia masih terlihat manis di matanya.
“Kau
ini sebenarnya siapa, Ichigo? Kenapa kau bisa ada di dalam rumahku?”
Rukia
masih penasaran dengan motif Ichigo. Ia bertanya saat menyendok semangkuk
sereal yang Ichigo sajikan untuknya. Pria itu tengah asyik menggigit roti
panggang yang dia buat bersama dengan sereal. Tentu tanpa seizing pemilik
rumah.
“Sebenarnya
aku asal masuk saja,” jawab Ichigo sekenanya, mulutnya sibuk mengunyah, “aku
sedang kabur dari kejaran seseorang dan berakhir di depan pintu apartemen yang
kebetulan menyimpan kunci di kotak pos.”
“Kenapa
seseorang mengejarmu? Kau ini buronan?” Rukia mulai curiga.
“Oh,
tidak, bukan begitu,” Ichigo berusaha menjelaskan. “Aku dikejar karena masalah
pekerjaan.”
“Kenapa
pekerjaanmu?”
“Aku
kabur di saat rapat menjelang, dan mereka terpaksa menunda rapat karena aku
tidak ikut hadir.”
“Kenapa
kau kabur?”
“Karena
aku merasa tidak cocok dengan keputusan seenaknya yang diambil tanpa meminta
pendapatku.”
“Memangnya
posisimu di sana sebagai apa?” Rukia semakin penasaran.
“Wow,
aku diinterogasi,” pria itu tertawa.
“Anggap
saja itu bayaran karena kau sudah seenaknya masuk ke rumahku.”
“Baiklah,”
Ichigo menyenderkan punggungnya di kursi, dan berkata. “Aku bekerja di bidang
fashion.”
“Fashion
wanita?”
“Lebih
tepatnya fashion khusus pakaian dalam wanita.”
Rukia
terdiam. Dan akhirnya terjawab sudah kenapa kemarin Ichigo ingin melihat
pakaian dalamnya. “Jadi, itu sebabnya kau ingin melihat pakaian dalamku?”
“Anggap
saja sebagai observasi,” jawab Ichigo terang-terangan. “Aku sudah sering
melakukan itu.”
“Dengan
meminta wanita untuk memperlihatkan pakaian dalamnya kepadamu?” Rukia yakin
benar pria di depannya ini maniak celana dalam.
“Aku
melakukan itu bukan untuk hobi, Rukia,” ujar Ichigo menjelaskan, “aku melakukan
itu untuk mencari inspirasi.”
“Dengan
melihat pakaian dalam wanita-wanita?”
“Yup.
Dengan begitu, aku tahu pakaian dalam apa yang sering wanita pakai.”
“Dasar
pria aneh,” gumam Rukia menyerah. “Apa kau sering melakukan ini dengan wanita
asing?”
“Tidak,
biasanya aku meminta kenalanku untuk mencari tahu. Kalau terjun langsung
seperti ini baru denganmu saja.” Ichigo menatap Rukia, menyengir begitu indah
dan menanyakan hal yang sama seperti kemarin. “Jadi, bolehkah aku melihat
pakaian dalammu?”
Rukia
mengerutkan kening. Pria ini benar-benar aneh.
“Aku
tidak akan memperlihatkan pakaian dalamku. Tapi jika kau ingin tahu aku suka
memakai yang seperti apa, aku lebih suka yang simple dan yang bisa dipakai
untuk kegiatan apa saja.”
“Sip!”
Rukia
menyenderkan punggungnya menyerah. Mimpi apa dia kemarin malam sampai harus
bertemu pria aneh seperti Ichigo ini. Bahkan dia sampai lupa harus bersiap-siap
untuk pergi kerja.
Ting
tong… terdengar bunyi bel yang menandakan seseorang datang ke apartemennya.
Rukia berniat untuk berdiri dan membuka pintu itu, tapi belum sempat ia berdiri
Ichigo mencegahnya.
“Biar
aku saja yang buka,” pria itu bangkit tanpa bisa Rukia cegah.
Ichigo
memutar kenop pintu dan menggesernya. Terlihat seorang pria yang tampan sama
sepertinya. Rambutnya jabrik berwarna putih layaknya salju yang turun. Mukanya
mengerut heran saat melihat orang asing setengah telanjang yang berada di dalam
apartemen wanita yang seharusnya adalah kekasihnya.
“Siapa
kau?” tanya pria berambut putih.
“Kau
sendiri siapa?” Ichigo balik bertanya.
“Toushirou!” Rukia tercengang, panik.
Toushirou berada di ambang pintu dan di sambut oleh pria asing di rumahnya.
Benar-benar
situasi yang aneh.
Chapter 1 - end -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar